prosa 1
kutulis namamu
dalam secangkir kopi palsu
rekat cangkir oleh dustamu
cukup sudah kutulis namamu
kini aku adalah roh
meniadakan diri
diantara ada ada cinta
yang sulit digapai asmara jinggga
bagi sang pendusta cinta
dimana dirimu
kini; engkau berlari diantara seribu kutukan tuhan
mencari dan mencari
sebaiknya tobatlah cinta dahulu pada-Nya
lalu kembali menebar wangi
seperti wangi bunga lily yang hampir mati
Jumat, 15 Agustus 2008
kutitipkan dirimu pada tuhan-Ku
kuterima nikahmu
lalu berbisik hatiku
saat menatapmu gelisah didepan penghulu
"tuhan kutitipkan cintaku padamu. kecintaan yang karena cinta-Mu. dan tidak melebihi engkau wahai dzat sang pencipta..."
lalu berbisik hatiku
saat menatapmu gelisah didepan penghulu
"tuhan kutitipkan cintaku padamu. kecintaan yang karena cinta-Mu. dan tidak melebihi engkau wahai dzat sang pencipta..."
anggun
matamu seperti penari bali
mencuri setiap lekukan hati
disana senyummu seperti senyum langka
yang tak pernah kujumpa pada siapa-siapa
aku jadi lupa bahwa kematian setiap saat mengintipku
sejenak aku lupa bahwa ada gerangan perempuan manja penuh cinta
; juga jenaka
aikh... siapa namamu
aku anggun! anggun! ya aku anggun
o hatiku hampir pecah
tak juga kunjung reda detak demi detak yang sebentar membuatku melankolis
tuhan siapakah ia
diantara senja usiaku yang mulai meronta
sembari bertanya dalam hati
siapa disampingmu saat bunga melati di lehermu
ia kah
ia kah
atau ia dan ia dan ia dan ia
ia atau ia yang datang dan pergi
seperti angin
tapi sungguh dalam puisiku
ialah sang anggun berbalut batik dileher
tersenyum penuh syahdu
seperti kukenal ia dalam ribuan tahun yang lalu saat
aku kembali dari dunia baru....
anggun; maaf kusebutkan dirimu dalam kerajaan cintaku...
mencuri setiap lekukan hati
disana senyummu seperti senyum langka
yang tak pernah kujumpa pada siapa-siapa
aku jadi lupa bahwa kematian setiap saat mengintipku
sejenak aku lupa bahwa ada gerangan perempuan manja penuh cinta
; juga jenaka
aikh... siapa namamu
aku anggun! anggun! ya aku anggun
o hatiku hampir pecah
tak juga kunjung reda detak demi detak yang sebentar membuatku melankolis
tuhan siapakah ia
diantara senja usiaku yang mulai meronta
sembari bertanya dalam hati
siapa disampingmu saat bunga melati di lehermu
ia kah
ia kah
atau ia dan ia dan ia dan ia
ia atau ia yang datang dan pergi
seperti angin
tapi sungguh dalam puisiku
ialah sang anggun berbalut batik dileher
tersenyum penuh syahdu
seperti kukenal ia dalam ribuan tahun yang lalu saat
aku kembali dari dunia baru....
anggun; maaf kusebutkan dirimu dalam kerajaan cintaku...
Langganan:
Postingan (Atom)